Proses Pemotongan Mesin Bubut
Proses pemotongan logam
merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk suatu produk dari
logam (komponen mesin) dengan cara memotong. Selain itu Proses pemotongan logam
merupakan kegiatan terbesar yang dilakukan pada industri manufaktur, proses ini
mampu menghasilkan komponen yang memiliki bentuk yang komplek dengan akurasi
geometri dan dimensi tinggi. Prinsip pemotongan logam dapat defenisikan sebagai
sebuah aksi dari sebuah alat potong yang dikontakkan dengan sebuah benda kerja
untuk membuang permukaan benda kerja tersebut dalam bentuk geram. Meskipun
definisinya sederhana akan tetapi proses pemotongan logam adalah sangat
komplek.
Salah satu proses
pemesinan yang digunakan pada pemotongan logam adalah proses bubut. Proses ini
bertujuan untuk membuang material dimana benda kerja dicekam menggunakan
sebuah chuck atau pencekam dan berputar pada sebuah sumbu,
alat potong bergerak arah aksial dan radial terhadap benda kerja sehingga
terjadi pemotongan dan menghasilkan permukaan yang konsentris dengan sumbu
putar benda kerja. Gambar 1. adalah skematis dari sebuah proses bubut dimana N
adalah putaran poros utama, f adalah laju pemakanan, dan a adalah kedalaman
potong. Bagian-bagian serta penamaan (nomenclature) dari alat potong yang
digunakan pada proses bubut dijelaskan pada Gambar 2. Radius pahat potong
menghubungkan sisi dengan ujung potong (cutting edge) dan berpengaruh terhadap
umur pahat, gaya radial, dan permukaan akhir.
Gambar 1. Proses bubut
Gambar 2. Penamaan
(nomenclature) pahat kanan
Ada tiga parameter
utama yang berpengaruh terhadap gaya potong, peningkatan panas, keausan, dan
integritas permukaan benda kerja yang dihasilkan. Ketiga parameter itu adalah
laju pemotongan (V), laju pemakanan (f), dan kedalaman potong (a). Laju
pemotongan adalah kecepatan keliling benda kerja dengan satuan (m/min), laju
pemakanan adalah perpindahan atau jarak tempuh pahat tiap satu putaran benda
kerja dengan satuan (mm/rev), kedalaman potong adalah tebal material terbuang
pada arah radial dengan satuan (mm).
Beberap proses dasar
yang dimaksud merupakan elemen penting
dalam menghitung setiap proses pemesinan, namun dalam hal ini ada beberapa
penambahan persamaan untuk mengetahui beberapa parameter –parameternya yaitu
gaya-gaya pemotongan dan temperatur pemotongan. Menurut Rochim (1993) pada
setiap proses pemesinan ada lima elemen dasar yang perlu dipahami, yaitu:
a.
Laju pemotongan (cutting speed ): V (m/min)
b.
Kecepatan makan (feeding speed): Vf (mm/min)
c.
Kedalaman potong (depth of cut): a (mm)
d.
Waktu pemotongan (cutting time): tc (min)
e.
Laju pembuangan geram (material removal rate): MRR (cm3/min)
Pada proses pembubutan
memiliki beberapa elemen dasar yang
dapat dihitung secara teori menggunakan beberapa persamaan sehingga
dapat diketahui parameter yang berkaitan dengan laju pemotongan, kedalaman
potong, waktu pemotongan, kedalaman potong dan laju pembuangan geram. Elemen
dasar pada proses bubut dapat diketahui
menggunakan rumus yang dapat diturunkan berdasarkan Gambar 3. berikut ini:
Gambar 3. Proses Bubut
Geometri
benda kerja : do = diameter awal
(mm)
dm =
diameter akhir (mm)
lt =
panjang pemesinan (mm)
Geometri
pahat : kr = sudut potong utama
(o)
yo = sudut
geram (o)
Kondisi
pemesinan a = kedalaman potong
a = (mm)…………………….……………………….(2.1)
f = laju
pemakanan (mm/putaran)
N = putaran
poros utama (rpm)
Dengan
diketahuinya besaran-besaran di atas sehingga kondisi pemotongan dapat
diperoleh sebagai berikut:
1. Laju pemotongan ……………………………………….....(2.2)
Dimana d = diameter rata-rata
D = (mm)………………………...(2.3)
2. Laju laju pemakanan vf = f .N
(mm/min)…………….………(2.4)
3. Waktu pemotongan tc = (min)……………………...……(2.5)
4. Laju pembuangan geram MRR = A.V (cm3/min)…………………(2.6)
Dimana A
= penampang geram sebelum terpotong
A = f.a
(mm2)……………….................(2.7)
Maka MRR = V.f.a (cm3/min)……..…………..…(2.8)
Sudut potong utama
(principal cutting edge angle/Kr) adalah sudut antara mata potong utama dengan
laju laju pemakanan (Vf), besarnya sudut tersebut ditentukan oleh geometri
pahat dan cara pemasangan pada mesin bubut. Untuk nilai laju pemakanan (f) dan
kedalaman potong (a) yang tetap maka sudut ini akan mempengaruhi lebar
pemotongan (b) dan tebal geram sebelum
terpotong (h) sebagai berikut:
1. Lebar pemotongan b = (mm)……………………(2.9)
2. Tebal geram sebelum terpotong h = (mm)…………………….(2.10)
Dengan
demikian penampang geram sebelum terpotong adalah:
A = f.a
=b.h (mm)……………………...(2.11)
Material Pahat
Proses pembentukan
geram denagn cara pemesinan berlangsung, denagn cara mempertemukan dua jenis
material. Untuk menjamin kelangsungan proses ini maka jelas diperlukan material
pahat yang lebih unggul daripada material benda kerja. Keunggulan tersebut
dapat dicapai karena pahat dibuat dengan
memperhatikan berbagai segi yaitu:
1. Kekerasan: kekerasan
yang cukup tinggi melebihi kekerasan benda kerja tidak saja pada temperatur
ruang melainkan juga pada temperatur tinggi pada saat proses pembentukan geram
berlangsung.
2. Keuletan: Keuletan
yang cukup besar untuk menahan beban kejut yang terjadi sewaktu pemesinan
dengan interupsi maupun sewaktu memotong benda kerja yang mengandung
partikel/bagian yang keras(hard spot).
3. Ketahanan beban kejut thermal: diperlukan bila terjadi perubahan temperature
yang cukup besar yang cukup besar secara besar secara berkala/periodik.
4. Sifat adhesi yang rendah: Untuk
mengurangi afinitas benda kerja terhadap pahat mengurangi laju keausan,
serta penurunan gaya pemotongan.
5. Daya larut elemen/komponen material pahat
yang rendah: dibutuhkan demi untuk
memperkecil laju keausan akibat mekanisme difusi.
Kekerasan yang rendah
dan daya adhesi yang tinggi tidak
diinginkan sebab mata potong akan terdeformasi, terjadi keausan tepi dan
keausan kawah yang besar. Keuletan yang rendah serta ketahanan beban kejut
termal yang kecil mengakibatkan rusaknya mata potong maupun retak mikro yang
menimbulkan kerusakan fatal. Pada umumnya kekerasan dan daya tahan termal yang
di pertinggi selalu diikuti oleh penurunan keuletan. Berbagai penelitian
dilakukan untuk mempertinggi kekerasan dan menjaga supaya keuletan tidak
terlalu rendah sehingga pahat tersebut dapat digunakan pada kecepatan tinggi.
Hal ini dapat dimaklumi karena peninggian laju pemotongan berarti menaikkan
produktivitas.
Pada mulanya untuk
memotong baja digunakan baja karbon
tinggi sebagai bahan perkakas potong dimana laju pemotongan pada waktu itu
hanya boleh mencapai sekitar 10m/menit. Berkat kemajuan teknologi, laju
pemotongan ini dapat dinaikkan sehingga mencapai sekitar 700m/menit yaitu
dengan menggunakan CBN (Cubic Boron Nitride) selain itu (taufiq rohim, 1993)
pahat karbida dan keramik juga berfungsi
dengan baik untuk laju pemotongan dan temperature kerja yang tinggi.
Jenis-jenis pahat yang di pakai pada proses pemesinan adalah:
1. Baja Karbon (High Carbon Steels)
2. HSS (High Speed Steels)
3. Paduan Cor Nonferro (Cast Nonferrous Alloys)
4. Karbida (Cemented Carbides)
5. Keramik (Ceramics)
6. CBN (Cubic Boron Nitride)
7. Intan (Sinteran Diamonds and Natural
Diamonds)
Dalam hal ini pahat di
fokuskan pada CBN (Cubic Boron Nitride) untuk proses pemesinan dengan laju
pemotongan yang tinggi. CBN termasuk jenis keramik. Diperkenalkan oleh GE
(Borazon, 1957). Dibuat dengan perlakuan
penekanan panas (HIP 60 kbar, 1500 derajat Celcius) sehingga serbuk
graphit putih Nitride Boron dengan
struktur atom heksagonal berubah menjadi struktur kubik. Pahat sisipan CBN
dapat dibuat dengan menyinter serbuk BN tanpa atau dengan material pengikut
Al2O3 TiN atau Co. Hard hardness CBN ini
sangat tinggi, CBN ini dapat digunakan untuk pemesinan berbagai jenis baja
dalam keadaan dikeraskan (Hardeneed Steel), besi tuang, HSS maupun karbida
semen. Afinitas terhadap baja sangat kecil dan tahan terhadap perubahan reaksi
kimiawi sampai dengan 1300 derajat celcius temperature pemotongan (laju
pemotongan yang tinggi).
Konsep Pemesinan Terkini
1. Pemesinan Laju Tinggi
Meningkatnya permintaan
untuk memperbesar produktivitas dengan biaya produksi rendah, menuntut untuk
dilakukannya pemesinan yang cepat maka dilakukan pemesinan dengan cara
meningkatkan kecepatan pemesinan. Teknologi pemesinan kecepatan tinggi (high
speed machining) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas.
Dengan laju pemotongan yang tinggi, maka volume pelepasan material dari
material induk akan meningkat sehingga akan diperoleh penghematan waktu
pemesinan yang cukup berarti. Di samping itu pemesinan kecepatan tinggi mampu
menghasilkan produk yang halus permukaannya serta ukuran yang lebih presisi.
Defenisi tentang proses
pemesinan kecepatan tinggi (high speed machining) yang dikemukakan oleh para
ahli dan masing masing terdapat perbedaan namun sebagian besar menyatakan bahwa
laju pemotongan merupakan variable penentu terhadap pendefenisian tersebut
seperti yang dikemukakan oleh Salomon pada tahun 1931 menyatakan bahwa Proses
pemesinan kecepatan tinggi adalah proses pemesinan dengan laju pemotongan
sebesar 5– 10 kali lebih besar daripada proses konvensional (Schulz, 1999), dan
(Schulz et.al., 1992) mengatakan bahwa Proses pemesinan kecepatan tinggi ditentukan berdasarkan jenis bahan yang
digunakan.
Gambar 4. Laju
pemotongan pada Proses Laju Tinggi
Sumber : Schultz dan
Moriwaki 1992
2. Pemesinan Keras
Proses Pemesinan keras
sama dengan bubut biasa, tetapi pada proses pemesinan keras pemotongan
dilakukan terhadap benda kerja dengan kekerasan lebih besar dari 40 HRC.
Prinsip kerja proses bubut biasa pada dasarnya diterapkan pada proses bubut
keras. Bagaimanapun terdapat perbedaan karakteristik sebagai akibat tingginya
kekerasan material yang akan dipotong. Material yang keras memiliki sifat
abrasive, dan nilai kekerasan atau young
modulus ratio yang tinggi. Akibat dari semua itu maka pada proses bubut keras
dibutuhkan alat potong yang jauh lebih keras dan tahan terhadap abrasive dibanding proses bubut biasa.
Proses bubut keras dapat dilakukan terhadap berbagai
macam jenis logam seperti baja paduan (steel alloy), baja untuk bantalan
(bearing steel), hot and coldwork tool steel, high speed steel, die steel, dan
baja tuang yang dikeraskan (Baggio,1996). Proses bubut keras dapat menjadi solusi untuk mengurangi waktu produksi
melalui pengurangan jumlah proses (tahapan), setup peralatan dan waktu untuk
inspeksi karena proses bubut keras dapat dilakukan pada mesin bubut yang sama
dimana proses bubut konvensional dilakukan, peralatan yang sama dapat digunakan
dan tanpa membutuhkan tambahan sebuah mesin gerinda. Bagaimanapun mesin untuk
bubut keras memiliki kebutuhan spasi ruangan yang lebih kecil dibandingkan
mesin gerinda. Dibutuhkan investasi yang lebih kecil untuk sebuah mesin bubut
CNC dibandingkan sebuah mesin gerinda presisi. Keuntungan yang sangat
signifikan dari pahat potong bermata tunggal (single point cutting tool)
sebagaimana yang digunakan pada proses
bubut dapat digunakan untuk pekerjaan dengan kontur permukaan yang rumit, tidak
demikian halnya dengan proses gerinda.
Pertimbangan bagi dunia
industri untuk menggunakan proses bubut keras adalah ratio antara biaya
peralatan khususnya pahat potong yang digunakan terhadap umur dari pahat
tersebut harus rendah (Harrison, 2004). Intan diketahui sebagai material yang
paling keras akan tetapi tidak cocok digunakan untuk pemesinan logam ferro
karena intan mengandung banyak unsur karbon yang dapat dengan mudah mengalami
diffusi kedalam besi dan bagaimanapun intan sangat mahal dan memiliki umur
pendek untuk pemesinan tehadap besi. Material yang khusus digunakan untuk
proses bubut keras adalah cubic boron nitride (CBN), Keramik, dan cermet
(Dawson, 1999). CBN adalah material yang paling keras selain intan, dan sangat
cocok digunakan pada proses bubut keras. Insert CBN mulai meningkat
popularitasnya setelah General Electric menemukan kombinasi CBN dengan serbuk
titanium nitride sehingga dapat meningkatkan umur pahat menjadi lima kali
(Baggio, 1996).
3. Pemesinan Kering
Pada umumnya pemesinan
untuk memfabrikasi komponen–komponen
mesin dilakukan dengan metode pemesinan basah (wet machining) (Sreejith dan
Ngoi, 2000). Pada metode ini sejumlah
cairan pemotongan dialirkan ke kawasan pemotong selama proses pemesinan dengan tujuan menurunkan suhu pemotongan dan
melumasi bagian-bagian pemesinan
sehingga diharapkan permukaan pemesinan memiliki suatu integritas
permukaan (surface integrity) yang baik.
Fenomena kegagalan pahat dan penggunaan cairan pemotongan
merupakan salah satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian
dalam kaitannya yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan hasil
pengerjaan, ketelitian geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur
pahat (Ginting A, 2003). (Sreejith dan Ngoi, 2000) melaporkan bahwa umumnya
cairan pemotongan bekas disimpan dalam kontainer dan kemudian ditimbun di
tanah. Selain itu, masih banyak praktek yang membuang cairan pemotongan bekas
langsung ke alam bebas. Hal ini jelas akan merusak lingkungan dan undang–undang
lingkungan hidup yang berlaku mencegah hal tersebut (Sreejith & Ngoi, 2000).
Menurut Seco (2004),
badan administrasi keamanan dan kesehatan telah merekomendasikan batas
unsur-unsur berbahaya pada cairan pemotongan untuk pemesinan yaitu
0,5 5,0 mg/m3 dan Metalworking fluid Standard Advisory
Committee (MWFSAC) merekomendasikan sebesar 0.5 mg/m3 (Canter, 2003). Oleh
karena itu pemesinan laju tinggi perlu di perhatikan dengan menggunakan
pemesinan kering, pemesinan kering di akui mampu mengatasi masalah pada dampak
yang telah di uraikan diatas. Pilihan alternatif dari pemesinan basah adalah
pemesinan kering, karena selain tidak ada cairan pemotongan bekas dalam jumlah
besar yang akan mencemari lingkungan juga tidak ada kabut partikel cairan
pemotongan yang akan membahayakan operator dan juga serpihan pemotongan tidak
terkontaminasi oleh residu cairan
pemotongan. Pemesinan kering mempunyai beberapa masalah yang antara lain,
gesekan antara permukaan benda kerja dan pahat potong, kecepatan keluar serpihan,
serta temperatur potong yang tinggi dan hal tersebut semuanya terkait dengan
parameter pemesinan.
Secara umum industri
pemesinan pemotongan logam melakukan pemesinan kering adalah untuk menghindari
pengaruh buruk akibat cairan pemotongan yang dihasilkan oleh pemesinan basah.
Argumen ini secara khusus didukung oleh penelitian yang telah dilakukan Mukun
et. al., (1995) secara kuantitatif menyangkut pengaruh buruk pemesinan basah
dengan anggapan pada pemesinan kering tidak akan dihasilkan pencemaran
lingkungan kerja dan ini berarti tidak menghasilkan kabut partikel cairan pemotongan.
Oleh sebab itu perlu diketahui pentingnya pemesinan kering dilakukan dalam
proses. pertimbangan hal diatas pakar
pemesinan mencoba mencari solusi dengan suatu metode pemotongan alternatif dan
mereka merumuskan bahwa pemesinan kering (dry cutting) yang dari sudut pandang
ekologi disebut dengan pemesinan hijau (green machining) merupakan jalan keluar
dari masalah tersebut. Melalui pemesinan kering diharapkan disamping aman bagi
lingkungan, juga bisa mereduksi ongkos produksi.
4. Bahan Logam dan Bahan
Rekayasa
Bahan Logam ini terdiri
dari logam ferro dan nonferro:
4.1.
Bahan logam Ferro
Bahan logam ferro
adalah suatu logam yang memiliki dasar paduan besi (ferrous), sedangkan unsur
lain hanyalah sebagai unsur tambahan
untuk mendapatkan sifat bahan sesuai dengan aplikasi dalam
penggunaannya. Bahan logam ferro diantaranya adalah:
1. Besi Tempa (Wrought Iron)
2. Baja Tarbon (Carbon Steel)
3. Baja Paduan
4. Baja dan Besi Tuang
4.2.
Bahan logam Non Ferro
Bahan logam Non Ferro
adalah bahan yang memiliki unsure logam tetapi tidak ada unsur besi (ferrous).
Bahan logam non ferro diantaranya adalah:
1. Aluminium
2. Magnesium dan paduannya
3. Tembaga dan paduannya
4. Nilel dan paduannya
5. Seng dan paduannya
6. Titanium dan paduannya
7. Timah hitam dan paduannya (Pb)
8. Timah putih dan paduannya (Tin)
4.3.
Sifat dan karakteristik logam
Berbagai macam Sifat
Logam. Logam mempunyai beberapa sifat antara lain: sifat mekanis, sifat fisika,
sifat kimia dan sifat pengerjaan. Sifat mekanis adalah kemampuan suatu logam
untuk menahan beban yang diberikan pada logam tersebut. Pembebanan yang
diberikan dapat berupa pembebanan statis (besar dan arahnya tetap), ataupun
pembebanan dinamis (besar dan arahnya berubah). Yang termasuk sifat mekanis
pada logam, antara lain: kekuatan bahan (strength), kekerasan elastisitas,
kekakuan, plastisitas, kelelahan bahan, sifat fisika, sifat kimia, dan sifat
pengerjaan.
Kekuatan (strength)
adalah kemampuan material untuk menahan tegangan tanpa kerusakan. Beberapa
material seperti baja struktur, besi tempa, alumunium, dan tembaga mempunyai
kekuatan tarik dan tekan yang hampir sama. Sementara itu, kekuatan gesermya
kira-kira dua pertiga kekuatan tariknya. Ukuran kekuatan bahan adalah tegangan
maksimumnya, atau gaya terbesar persatuan luas yang dapat ditahan bahan tanpa
patah. Untuk mengetahui kekuatan suatu material dapat dilakukan dengan
pengujian tarik,tekan,atau geser. Kekerasan (hardness) adalah ketahanan suatu
bahan untuk menahan pembebanan yang dapat berupa goresan atau penekanan.
Kekerasan merupakan kemampuan suatu material untuk menahan takik atau kikisan.
Untuk mengetahui
kekerasan suatu material digunakan uji Brinell. Kekakuan adalah ukuran
kemampuan suatu bahan untuk menahan perubahan bentuk atau deformasi setelah
diberi beban. Kelelahan bahan adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban
yang berganti-ganti dengan tegangan maksimum diberikan pada setiap pembebanan.
Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk semula setelah
menerima beban yang mengakibatkan perubahan bentuk. Elastisitas merupakan
kemampuan suatu material untuk kembali ke ukuran semula setelah gaya dari luar
dilepas. Elastisitas ini penting pada semua struktur yang mengalami beban yang
berubah-ubah terlebih pada alat-alat dan mesin-mesin presisi. Plastisitas
adalah kemampuan suatu bahan padat untuk
mengalami perubahan bentuk tetap tanpa ada kerusakan.
Sifat fisika adalah
karakteristik suatu bahan ketika mengalami peristiwa fisika seperti adanya
pengaruh panas atau listrik. Yang termasuk sifat-sifat fisika adalah sebagai
berikut: Titik lebur, Kepadatan, Daya hantar panas, dan daya hantar listrik.
Sifat kimia adalah kemampuan suatu logam dalam mengalami peristiwa korosi.
Korosi adalah terjadinya reaksi kimia antara suatu bahan dengan lingkungannya.
Secara garis besar ada dua macam korosi, yaitu korosi karena efek galvanis dan
reaksi kimia langsung.
Berbagai macam Sifat
Logam. Logam mempunyai beberapa sifat antara lain: sifat mekanis, sifat fisika,
sifat kimia dan sifat pengerjaan. Sifat mekanis adalah kemampuan suatu logam
untuk menahan beban yang diberikan pada logam tersebut. Pembebanan yang
diberikan dapat berupa pembebanan statis (besar dan arahnya tetap), ataupun
pembebanan dinamis (besar dan arahnya berubah). Yang termasuk sifat mekanis
pada logam, antara lain: kekuatan bahan (strength), kekerasan elastisitas,
kekakuan, plastisitas, kelelahan bahan, sifat fisika, sifat kimia, dan sifat
pengerjaan. Kekuatan (strength) adalah kemampuan material untuk menahan
tegangan tanpa kerusakan. Beberapa material seperti baja struktur, besi tempa,
alumunium, dan tembaga mempunyai kekuatan tarik dan tekan yang hampir sama.
Sementara itu, kekuatan
gesermya kira-kira dua pertiga kekuatan tariknya. Ukuran kekuatan bahan adalah
tegangan maksimumnya, atau gaya terbesar persatuan luas yang dapat ditahan
bahan tanpa patah. Untuk mengetahui kekuatan suatu material dapat dilakukan
dengan pengujian tarik, tekan, atau geser. Kekerasan (hardness) adalah
ketahanan suatu bahan untuk menahan pembebanan yang dapat berupa goresan atau
penekanan. Kekerasan merupakan kemampuan suatu material untuk menahan takik atau kikisan.
Untuk mengetahui kekerasan suatu material digunakan uji Brinell. Kekakuan
adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menahan perubahan bentuk atau
deformasi setelah diberi beban. Kelelahan bahan adalah kemampuan suatu bahan
untuk menerima beban yang berganti-ganti dengan tegangan maksimum diberikan
pada setiap pembebanan. Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan untuk kembali
ke bentuk semula setelah menerima beban yang mengakibatkan perubahan bentuk.
Elastisitas merupakan
kemampuan suatu material untuk kembali ke ukuran semula setelah gaya dari luar
dilepas. Elastisitas ini penting pada semua struktur yang mengalami beban yang
berubah-ubah terlebih pada alat-alat dan mesin-mesin presisi. Plastisitas
adalah kemampuan suatu bahan padat untuk mengalami perubahan bentuk tetap tanpa
ada kerusakan. Sifat fisika adalah karakteristik suatu bahan ketika mengalami
peristiwa fisika seperti adanya pengaruh panas atau listrik. Yang termasuk
sifat-sifat fisika adalah sebagai berikut: Titik lebur, Kepadatan, Daya hantar
panas, dan daya hantar listrik. Sifat
kimia adalah kemampuan suatu logam dalam mengalami peristiwa korosi. Korosi
adalah terjadinya reaksi kimia antara suatu bahan dengan lingkungannya. Secara
garis besar ada dua macam korosi, yaitu korosi karena efek galvanis dan reaksi
kimia langsung.
5. Pemilihan Bahan
Baja didefenisikan
sebagai paduan antara besi (Fe) dan karbon, dengan kandungan karbon tidak lebih
dari 1,7%. Baja karbon yang memiliki satu atau lebih unsur paduan disebut baja
paduan (alloy steel) unsur paduan utama adalah: Chromium (Cr), Nikel (Ni),
Vanadium (V), Molibdenum (Mo), dan Tungsten (W), unsur-unsur paduan ini
berpengaruh terhadap sifat mekanik baja (Alamsyah, 1993).
Kekerasan adalah salah
satu sifat mekanik baja yang dapat dirubah melalui perlakuan panas (Heat
treatment), tapi tidak semua jenis baja
dapat dirubah kekerasannya melalui perlakuan panas. Kelompok material baja yang
dapat dirubah kekerasannya melalui perlakuan panas adalah kelompok baja
perkakas (tool material). Landing gear pada pesawat terbang adalah komponen
peralatan pada pesawat terbang yang terbuat dari baja perkakas. Kekerasan
komponen ini basanya berkisar antara 54 s/d 62 HRC. AISI 4140 memiliki kemampuan mesin,
stabilitas dimensi saat mengalami perlakuan panas (heat treatment), dengan
kekerasan permukaan yang tinggi. Pada proses perlakuan panas temperatur adalah
variabel utama yang sangat berpengaruh terhadap perubahan sifat mekanik bahan,
dimana masing-masing bahan memiliki level temperatur dan menggunakan media
pendingin spesifik saat dilakukan proses perlakuan panas.
6. Pemesinan Optimum
Pada penelitian ini ada
3 variabel yang perlu ditentukan harganya yaitu Laju pemotongan, laju pemakanan
dan kedalaman potong. Sesuai dengan urutan proses yang telah direncanakan
Variabel tersebut diatas harus dipilih sehingga kecepatan penghasil geram dapat
di capai. Pengoptimalan yang dilakukan dengan memvariasikan ketiga variabel
dengan mengkoleksi beberapa data
sehingga dihasilkan data laju pemotongan yang berkaitan dengan umur pahat dan
besarnya volume geram yang terbuang. Didasarkan pada metoda klasik optimasi
maka setiap rumus matematik dapat
dideprensir terhadap salah satu
variable proses dalam hal ini laju pemotongan karena merupakan variable
terakhir yang ditentukan sehingga diperoleh harga variable optimum toritik.
Pada pelaksanaannya bahwa kondisi pemotongan optimum yang diperoleh secara
matematik belum tentu dapat diterapkan, hal ini disebabkan adanya beberapa
kendala dalam proses pemesinan yaitu pada proses bentukan geram dan system
pemotongan (Rochim, 1993).
Dalam penelitian
kemampuan mesin, rancangan percobaan statistik sangat umum di gunakan dan data
yang tepat dapat di analisis dengan metoda statistik hingga menghasilkan kesimpulan
yang sah dan objektif. Dewasa ini rancangan factorial, Response surface
metodologi (RSM) dan Metode taguchi umum
di gunakan menggantikan percobaan satu faktor yang memakan waktu dan ongkos
yang mahal. Untuk memperoleh pemotongan optimum metode RSM di gunakan karena
merupakan bagian dari teknik matematika dan statistik yang berfungsi untuk
pemodelan dan analisis dari masalah
dimana response yang diteliti dan
menentukan korelasi antara satu response atau lebih yang diukur adalah merupakan
faktor yang sangat penting (Noordin et. al. 2004).
Untuk menentukan apakah
ada hubungan antara faktor dan variabel response yang diteliti, data yang
dikumpulkan harus dianalisis denagan cara yang tepat secara statistik
menggunakan regresi. Regresi dilakukan untuk menjelaskan data dikumpulkan dan
dengan cara demikian variabel empiris yang diamati (response) di aproksidasi
berdasarkan hubungan fungsional antara taksiran variabel yest dan satu atau lebih variabel regresor
atau input X1, X2 ,……Xk dapat digunakan
untuk menjelaskan hubungan fungsional antara taksiran variabel yest dan input
X1, X2 , X3, X4 dan X5 (Noordin et.al, 2004).
Digunakan teknik
kuadrat untuk mencocokkan persamaan
model yang mengandung regresor atau
variabel input yang disebut dengan meminimalkan
error residual yang diukur dengan jumlah deviasi kuadrat antara sambutan
actual dan taksiran. Ini melibatkan perhitungan taksiran koefisien regresi
yaitu koefisien variabel model termasuk
titik potong dan suku konstanta dalam persamaan regresi multiple liniar (Montogomery, 2001).
Dimana y = Variabel terikat
ß = Konstanta
e = Galat
x = Variabel yang
dikendalikan
7. Response Surface
Methodology (RSM)
Response Surface
Methodology (RSM) merupakan kumpulan
teknik matematik dan statistik yang digunakan untuk modeling dan analisis
permasalahan pada respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan bertujuan
memperoleh optimasi respon (Montgomery, 2001). Kecocokan model orde dua Central
Composite Design (CCD) banyak digunakan. Secara umum, CCD
mempunyai faktorial 2k dengan banyak data (nf), sumbu (2k), dan pusat (nc). CCD
sangat efisien untuk kecocokan model orde dua. Dua parameter spesifik dalam CCD
adalah jarak sumbu a yang dijalankan dari pusat desain dan jumlah titik pusat
nc (Montgomery, 2001). Pada penelitian ini rancangan percobaan menggunakan
kecocokan model CCD dengan 3 faktor, masing-masing faktor terdiri dari 3 level
dan 6 titik pusat, percobaan dilakukan dengan 1kali ulangan. Rancangan
percobaan penelitian dengan tanpa pengkodean menggunakan kecocokan model CCD.
Perhitungan optimasi pengaruh laju pemotongan (V), laju pemakanan (f), dan
kedalaman potong (a) terhadap umur Pahat (Tc) menggunakan RSM dengan kecocokan
model CCD.
Dimana Y adalah respon umur pahat (Tc) ß0 adalah konstanta. ßi ßii ßij adalah koefesien dari faktor atau variabel bebas X dengan tanpa kode.
X1 adalah laju
pemotongan (V) dengan level 200 m/min, 225 m/min dan 250 m/min;
X2 adalah laju
pemakanan (f) dengan level 0,1 mm/rev,0,125 mm/rev dan 0.15 mm/rev, X adalah
kedalaman potong a=0.3 mm, 0.7 mm dan
1mm.